• OPINI: Hardiknas dan Paradigma Pendidikan
    Oleh | Kamis, 2 Mei 2019 | 17:30 WITA

    OPINI – Hardiknas dan Paradigma Pendidikan

    Oleh Muh Alwi

    Aktivis IMM Sulsel

    Paradigma Pendidikan

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsanya.

    (UU sisdiknas bab I, pasal 1)

    Tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari pendidikan Nasional, Pendidikan adalah pilar utama peradaban suatu bangsa sehingga merefleksi hari pendidikan adalah tugas bersama bukan hanya institusi pendidikan tetapi terpenting kita sebagai kalangan pelajar dan mahasiswa dan mari kita melihat dan mengevaluasi dunia pendidikan di Indonesia tentu ada banyak hal yang mesti kita lihat.

    Ini tentu kita harus melihat secara holistik dunia pendidikan kita hari ini mulai dari kebijakan, sistem sampai dengan teknis pelaksanaan dan sarana prasarana.

    Tetapi mesti yang menjadi catatan hardiknas ini adalah  paradigma kita tentang pendidikan karena terjadinya kesenjangan awal antara harapan dan kenyataan aktivitas & produk pendidikan kita itu berbeda.

    Orientasi pendidikan kita sudah jelas dalam undang-undang sehingga sistem dan SDM ini harus mampu membawa pendidikan ini pada tujuannya.

    Namun pada kenyataannya masih banyak hal yang belum bisa membawa pada tujuan sejatinya sehingga terkadang kita mengalami disorientasi.

    Banyak pandangan yang memberikan arah baru terhadap proses dan dimensi-dimensi pendidikan kita yang semakin mendorong terjadinya  perubahan konsep dan cara pandang terhadap eksistensi pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir didalam memahami lebih dalam persoalan persoalan pembelajaran.

    Dengan mengkaji paradigma alternatif pembelajaran ini para pendidik atau calon pendidik diharapkan dapat memandang suatu masalah, mengambil tindakan/keputusan yang terkait dengan pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi peserta didik sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran.

    Sehubungan dengan itu maka lembaga pendidikan harus bergeser untuk mengembangkan kultur pembelajaran yang holistik termasuk mengembangkan visi pendidikan yang jelas, konsisten, disertai dengan kepemimpinan yang dapat memberikan arah, memajukan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, mengembangkan masyarakat pembelajaran, mendorong munculnya iklim belajar yang demokratis dimanapun juga dan secara sadar mengembangkan proses sosialisasi profesional, baik dikalangan guru maupun siswa.

    Paradigma dan visi pendidikan yang cocok bagi tantangan zaman sekarang ini yaitu seperti yang pernah dibahas oleh UNESCO dalam World Education Forum dalam mempersiapkan pendidikan manusia abad ke-21.

    Pendidikan hendaknya mengubah paradigma teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi “proses bagaimana belajar bersama antara guru dan peserta didik”.

    Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan sekolah, meminjam istilah Ivan Illich, menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), tapi learner (yang belajar).

    Paradigma pendidikan versi UNESCO ini  sangat jelas berdasarkan pada paradigma learning, tidak lagi pada teaching. Keempat paradigma pendidikan ini disebut sebagai soko guru dari manusia abad ke-21 menghadapi arus informasi dan kehidupan yang terus menerus berubah.

    Pertama, learning to think (belajar berpikir). Ini berarti pendidikan berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional sehingga learner berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta memiliki semangat membaca yang tinggi. Proses belajar yang terus menerus terjadi seumur hidup ialah belajar bagaimana berpikir.

    Dengan sendirinya belajar yang hanya “membeo” tidak mempunyai tempat lagi di dalam era globalisasi. Sehubungan dengan itu maka penguasaan bahasa digital telah harus dikuasai oleh anak-anak kita karena dengan demikian dia dapat memasuki dunia tanpa batas. Dengan demikian konsep belajar dan pembelajaran harus diubah dan membuka pintu kepada teknologi pembelajaran modern sungguhpun tetap dibutuhkan pendidikan tatap muka oleh orang tua, guru, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya di dalam rangka pembentukan akhlak manusia abad ke-21.

    Kedua, learning to do (belajar berbuat). Pada abadke-21 menuntut manusia-manusia yang bukanhanya berpikir tetapi manusia yang berbuat. Manusia yang berbuat adalah manusia yang ingin memperbaiki kualitas kehidupannya. Dengan berbuat dia dapat menciptakan produk-produk baru dan meningkatkan mutu produk-produk tersebut. Tanpa berbuat pemikiran atau konsep tidak mempunyai arti. Aspek yang ingin dicapai dalam visi ini adalah keterampilan seseorang peserta didik menyelesaikan problem keseharian. Dengan kata lain pendidikan diarahkan pada how to solvethe problem.

    Ketiga, learning to live together (belajar hidup bersama). Disini pendidikan diarahkan pada pembentukan seorang peserta didik yang berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dengan latar belakangetnik, agama dan budaya.Di sinilah pendidikan akan nilai-nilai perdamaian, penghormatan HAM, pelestarian lingkungan hidup, toleransi, menjadi aspek utama yang harus menginternal dalam kesadaran learner.

    Keempat, learning to be (belajar menjadi diri sendiri). Pendidikan ini menjadi sangat penting mengingat masyarakat moderns saat ini tengah dilanda suatu krisis kepribadian. Orang sekarang biasanya lebih melihat diri sebagai what you have, what you wear, what you eat, what you drive, dan lain-lain.

    Karena itu pendidikan hendaknya diorientasikan pada bagaimana seorang peserta didik di masa depannya bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki (materi ). Paradigma pendidikan tersebut di atas bila disimpulkan akan diperoleh kata kunci berupa “learning how to learn” (belajar bagaimana belajar).

    Sehingga pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya berpikir imaginatif.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    Editor: Henny