JAKARTA, LINKSULSEL.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Dirut PLN Sofyan Basir dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
Bos PLN itu dapat dijerat selama penyidik mengantongi dua alat bukti yang cukup.
“Mungkin saja, sepanjang bukti yang cukup,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 8 Oktober 2018 kemarin.
Dalam dakwaan bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo, peran Sofyan dibeberkan jaksa penuntut secara runut. Sejumlah pertemuan Sofyan dengan Kotjo, termasuk Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dikupas lebih detail.
Pada dakwaan itu diungkap juga jika Sofyan menawarkan kepada Novanto proyek PLTU Riau-I. Tawaran itu diberikan setelah Novanto meminta jatah proyek PLTGU Jawa III tak bisa dipenuhi karena sudah ada kandidat konsorsium penggarap.
Kotjo selaku kolega dekat memang meminta Novanto untuk dikenalkan dengan pihak PLN. Atas permintaan itu, Novanto lantas memerintahkan Eni agar mempertemukan Kotjo dengan Sofyan.
Meski telah dibeberkan secara gamblang peran Sofyan, Febri masih berkelit saat disinggung apakah dakwaan Kotjo menjadi pintu masuk penyidik untuk menetapkan bos perusahaan plat merah itu sebagai tersangka. Saat ini, kata dia, penyidik masih fokus pada pembuktian peran Kotjo.
“Jadi saya belum bisa respon kalau pertyanyaannya terkait dengan nama nama tertentu dalam pengembangan perkara,” pungkasnya.
Proyek pembangkit listrik mulut tambang itu merupakan bagian dari program 35 ribu Megawatt (MW) yang digagas oleh pemerintahan pusat. PLTU Riau-I itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2020/2021, namun dihentikan sementara setelah adanya kasus ini.
Pada proyek ini, PLN melalui PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) berwenang menggarap proyek investasi senilai USD900 juta tersebut. PT PJB kemudian menunjuk Blackgold Natural, anak usaha Blackgold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
Namun, pada proses pembahasan diduga ada penunjukan langsung dari PT PLN untuk para konsorsium yang menggarap proyek itu. Penunjukan langsung tersebut dimuluskan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan atas dorongan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
KPK baru menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I. Ketiga tersangka itu yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), Wakil Ketua Komisi VII DPR RI EniMaulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).
Eni bersama dengan Idrus diduga menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo sebagai penggarap proyek PLTU Riau-I.
Penyerahan uang kepada Eni tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian Rp4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret-Juni 2018. Idrus juga dijanjikan mendapatkan jatah yang sama jika berhasil meloloskan perusahaan Kotjo. (AZF)
Editor : Heny