• Suasana Ramadan di Lund Swedia
    Oleh | Jumat, 31 Mei 2019 | 21:03 WITA

    LUND, LINKSULSEL.COM- Umat Islam di Lund, Swedia berasal dari berbagai bangsa. Maka, suasana buka puasa Ramadhan pun dimeriahkan aneka kuliner dari seluruh dunia.

    Menjalani puasa pertama di Eropa merupakan hal yang sangat berkesan bagi saya. Bukan hanya lamanya durasi berpuasa, tarawih yang dimulai hampir tengah malam. Namun juga bagaimana mengatur waktu tidur yang kali ini harus dipotong-potong, menjelaskan kepada teman-teman yang di sini mayoritas non muslim, sampai pengalaman saya bahkan tidur dan menginap di Islamic Center Lund agar tidak kesiangan saat sahur.

    Dimulai dari durasi berpuasa, di sini pada hari pertama Subuh sudah pukul 03.28 dan Maghrib pukul 21.01. Waktu sahur akan terus maju mengingat pada akhir Ramadhan, Subuh mencapai pukul 02.31, sementara maghrib menjadi mundur pukul 21.50. Sehingga waktu bepuasa yang awalnya 17,5 jam kemudian bertambah terus hingga 19,5 jam. Hal ini masih tidak terlalu panjang mengingat saya tinggal di Lund, bagian Selatan Swedia.

    Singkatnya waktu malam, membuat saya tidak tidur. Tarawih sendiri baru dimulai sekitar pukul 22.30, yang akan terus mundur hingga nanti 23.30 malam. Sehingga untuk waktu tidur biasanya saya akan tidur setelah subuh, yaitu pukul 04.00 pagi. Kemudian pukul 07.00 bangun dan bersiap kuliah. Lalu saat siang waktu lunch break, sekitar pukul 12.00 – 13.00, saya mencari sofa dan ruang sepi di kampus untuk tidur. Kemudian sore setelah kuliah, karena maghrib masih sekitar pukul 21.00, maka saya tidur satu sampai dua jam.

    Untuk menjelaskan ke teman-teman sendiri saya tidak mengalami kesulitan. Di Swedia, negara yang sangat peduli dan baik dalam hal kesetaraan dan kebebasan, sehingga teman-teman saya pun memahami. Pernah suatu waktu saya mengantuk saat groupwork, maka mereka memperbolehkan saya tidur sejenak, sembari mereka pun beristirahat 15-30 menit, dan nanti saya dibangunkan kembali.

    Lalu bagaimana dengan suasana teman-teman saya yang muslim? Nah ini yang saya suka di sini. Merasakan ifthar dengan aneka macam makanan dari berbagai negara. Alhamdulillah tempat tinggal saya dekat dengan masjid sekaligus menjadi Islamic Center di Lund. Setiap sabtu di sini ada Ifthar Besar yang makanannya melimpah ruah, dan kebanyakan khas Timur Tengah. Saya pun tak ketinggalan dong menyumbang gorengan khas Indonesia seperti Bakwan Jagung, Bakwan Sayur, dan lainnya.

    Syukurnya, teman-teman saya ternyata sangat menyukainya. Sebenarnya tidak hanya sabtu, namun sebenarnya setiap hari di sini juga ada ifthar gratis. Hanya saja skala kecil, dan orang yang datang biasanya sedikit, dikarenakan juga banyak yang tinggal jauh dari Islamic Center Lund. Nah, karena saya tinggal dekat, jadi ya hampir setiap hari saya datang untuk buka gratis.

    Selain itu, juga beberapa orang menginap di sini. Bahkan juga terdapat kasur untuk yang menginap. Saya pun juga beberapa kali menginap di sini karena selain khawatir kesiangan saat sahur , dan saya pernah pengalaman ketika tidur di housing saya, justru baru terbangun setelah subuh, karena subuh saat itu pukul 03.00 pagi, dan saya terbangun pukul 03.30. Juga di sini terdapat Wifi dan meja kursi untuk bekerja, karena seringkali saya juga mengerjakan tugas di situ, dikarenakan bulan Mei adalah bulan yang cukup padat dalam hal akademik di Swedia. Jadi praktis bisa dikatakan Islamic Center menjadi tempat kos kedua saya.

    Oh ya, jangan lupa juga ada sahur gratis di sana. Sehingga, praktis saya akan memasak ketika merasa bosan dengan masakan yang bernuansa Timur Tengah, dan cukup jarang juga.

    Keberkahan lain yang saya rasakan dengan tinggal di Islamic Center, juga saya mendapatkan teman-teman muslim dari berbagai negara. Karena saya juga cukup aktif di kegiatan di situ, dan juga sering bertemu dengan orang-orang saat salat. Sehingga di momentum Ramadhan ini saya beberapa kali mendapatkan undangan untuk berbuka bersama di rumah mereka. Salah satunya, dengan Semih, rekan akrab saya yang berasal dari Turki pada waktu itu saya ke rumahnya untuk berbuka merasakan masakan istrinya. Ada juga rekan saya dari Aljazair, Yusuf namanya, yang waktu itu mengajak saya berbuka di rumahnya bersama istrinya. Sekali lagi, ini berkah menjadi jomblo di negara orang.

    Kesulitan yang awalnya saya bayangkan selama berpuasa di sini, alhamdulillah ternyata tidak terlalu sulit. Mungkin kondisi badan saya yang pada awalnya sempat panas dingin, karena tidak terbiasa harus tidur pagi. Juga sempat mengantuk di kelas. Namun perlahan saya bisa menyesuaikan. Saya juga belajar bagaimana tetap memaksimalkan ibadah, juga harus tetap menjaga performansi di akademik, terutama dengan beban akademik yang bisa dibilang cukup tinggi di bulan Mei ini.

    Dengan tinggal di dekat Islamic Center, saya tidak merasa terlalu kehilangan dengan suasana Ramadhan layaknya di Indonesia, walau tak ada suara azan berkumandang, namun masih ada suara tilawah yang menggema, salat berjamaah yang bisa saya lakukan setiap hari, serta tentu saja kebaikan-kebaikan dari teman-teman saudara sesama muslim.

    *) Mushonnifun Faiz Sugihartanto adalah mahasiswa Master Student of Logistics and Supply Chain Management, Lund University dan juga Koordinator Eksternal PPI Swedia
    *) Artikel ini terselenggara atas kerja sama detikcom dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia).

     

     

     

     

    (Det)

     

     

     

     

    Editor: Triutami