Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner DPKH Sulsel, Syamsul Bahri, Sabtu (11/5) memaparkan setelah melihat fenomena dan pemberitaan yang ada di Kabupaten Jeneponto dan melakukan koordinasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten Jeneponto, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan serta tim Dinas Kesehatan Jeneponto, setelah beberapa hari tidak ditemukan jenis penyakitnya. Walaupun sudah diuji, misalnya beberapa penyakit leptospirosis (penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang disebarkan melalui urine atau darah hewan).
Tim ini sendiri bersama-sama turun untuk memastikan jangan sampai ada solosis (penyakit) dari hewan atau ternak. Dikhawatirkan penyebabnya ada solosis dari ternak, misalnya antraks.
“Ternyata itu dilihat dan ditanya orang di situ di desa situ semua rata-rata jawabannya hewan ternak sehat dan tidak ada kematian begitu,” ujar Syamsul Bahri.
Menurut Syamsul Bahri, daerah ini juga bukan daerah banjir beberapa bulan lalu yang terjadi di wilayah Jeneponto dan sekitarnya.
“Kita coba ambil darah kerbau dan sapi dan kemudian ayam, kita takutkan jangan sampai ada solosis, jadi kita sekarang masih menunggu dulu hasil-hasil dari Bevet (Balai Besar Veteriner) Maros. Kami sudah antisipasi, sudah ada tim terpadu turun, Dinas Kesehatan juga”, jelasnya.
Untuk antisipasi, begitu ada gejala penyakit ditemukan langsung ditangani dengan sistem pelaporan kesehatan hewan nasional
“Jadi begitu ada gejala, ada kematian ternak, misalnya dicurigai, langsung ternak itu dilaporkan ke provinsi dan pusat hari itu juga,” tambahnya.
Langkah lainnya adalah melakukan edukasi penyuluhan kepada peternak. Edukasi dan informasi terus dilakukan dan vaksinasi ternak serta penyemprotan dengan desinfektan.
Kasus seperti ini diakuinya baru terjadi di Sulsel. Untuk kesimpulan penyakitnya masih menunggu hasil laboratorium.
Sebelumnya (7/5), Plt Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, mengatakan, pertemuan dilakukan untuk mengumpulkan para ahli, termasuk dari Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Wahidin, dari beberapa keahlian dan juga Kementerian Kesehatan.
“Jadi untuk kasus di Jeneponton kita ada pertemuan khusus, mengundang para ahli dan dokter spesialis yang ahli di bidangnya untuk memastikan apa diagnosa penyebab di Jeneponto,” kata Bachtiar.
Menurut Bachtiar, dari 70 orang yang demam, tiga pasien meninggal, satu diantaranya merupakan ibu hamil. Sebagain warga juga dirawat di Kabupaten Takalar, sementara sisanya sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya dinilai mulai membaik.
“Penanganan yang dilakukan oleh teman-teman dokter disana adalah penanganan tipes. Kita lagi mencurigai apakah murni typoid atau ada namanya meningitis tifosa, barang kali, itu analisis kami,” sebutnya.
Kemungkinan lain selain meningitis tifosa, yaitu japanesa encephalitis (ensefalitis jepang) seperti yang berkembang di Bali saat ini.
Dari hasil test sampel untuk cikungunya, zika, DBD, malaria dan kencing tikus semuanya negatif. Gejala yang dialami oleh warga, khas demam, nyeri pada bada siku dan tulang belakang. Pasien yang ada oleh Bachtiar minta dipindahkan ke RS Wahidin, agar dokter ahli di bidang penyakit ini dapat memastikan diagnosanya.
“Penanganan yang dilakukan di Takalar penanganan tipes, tapi sembuh pulang. Tapi ada belum sembuh jadi bervariasi. Ternyata penanganan cocok, tapi yang lain tidak cocok,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Jeneponto, Syafruddin Nurdin, mengatakan, pada tanggal 24 April menerima keluhan masyarakat seperti mual dan sakit kepala. Mereka yang terjangkit dirawat di rumah sakit dan puskesmas.