• Demokrasi di Negara Perkusi
    Oleh | Jumat, 31 Agustus 2018 | 07:37 WITA

    Oleh : Drs. H. Marijanto Sastrodihardjo

    PERKUSI mencapai puncak populernya ketika Neno Warisman seorang wanita di sekap dalam mobil selama tujuh jam, dengan lingkungan sekitar mencekam dan menakutkan disaksikan oleh jutaan mata melalui media televisi.

    Neno dilingkup oleh puluhan preman dan petugas bersenjata dan kemudian mobilnya di hujani batu sebelum akhirnya diusir pulang ke Jakarta.

    Hanya orang yang tidak memiliki hati nurani dan hati yang gelap di selimuti kebencian saja yang menganggap hal seperti ini wajar.

    Tahun 1998 ada yang namanya pam swakarsa, yaitu masa yang dikerahkan untuk berhadapan dengan mahasiswa. Tapi seiring dengan itu adalah pertanda demokrasi ala orde baru berakhir..dan masuk era demokrasi reformasi.

    Model seperti itu kini ternyata terulang lagi, bahkan kualitasnya lebih advance dibanding yang pernah terjadi di era orde baru.
    Masa brutal beberapa kali masuk bandara seperti tidak ada hukum yg bekerja disana.

    ILC yang konon kabarnya akan tayang malam ini dengan tema ‘Persekusi di Negara Demokrasi’ batal. Disebabkan dugaan adanya tekanan.

    Kini demokrasi ala reformasi nampaknya telah berakhir dengan dimulainya era demokrasi persekusi.

    Dan Indonesiapun masuk kedalam terowongan gelap kembali setelah sempat keluar dari terowongan gelap orde baru.

    Selamat datang dan menikmati era demokrasi persekusi.

    Peristiwa persekusi terhadap deklarasi ganti presiden merupakan indikasi telah tercabiknya rasa persatuan sesama anak bangsa. Seharusnya politik mengedepankan tak tik atau strategi untuk mendapatkan elektabilitas tertinggi dengan cara cara santun yang sudah diatur.

    Esensi dari sebuah demokrasi adalah mengganti penguasa begitu juga sebaliknya dan esensi dari sebuah politik elektabilitas adalah mencari kawan agar jadi sepaham.

    Deklarasi ganti presiden dan deklarasi dua periode itu merupakan potret dari sebuah demokrasi.

    Sebagai masyarakat biasa tentunya tidak perlu memperlihatkan ekspresi yang berlebihan terhadap kondisi yang terjadi pada saat ini.

    Kita tahu ini adalah merupakan permainan elite politik yang memanfaatkan rakyat.

    Betul kata kata orang, yang diatas atau elite politik cipika cipiki sementara rakyat dibawah sudah mengarah kepada benturan fisik dan mungkin sudah ada yang berdarah darah.

    Nah mudah mudahan kita sebagai masyarakat bisa berpikir cerdas agar kita tidak menjadi korban ekploitasi elite politik siluman yang ingin mengadu domba sesama anak bangsa, ini semua juga dipicu tindakan sembrono dari Kapolda Riau bukan penegak hukum tetapi memancing bangkitnya semagat jihad dimana mana menuju pecah perang saudara.

    Mari kita berpikir cerdas demi keutuhan kesatuan, persatuan sesama anak bangsa dan bisa menentukan sikap politiknya di 2019 sesuai dengan pilihannya masing masing.

    Editor : Heny